BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sitologi
berasal dari akar kata cytos
yang artinya cel dan logos
artinya ilmu pengetahuan. Jadi sitologi berarti ilmu yang mempelajari tentang
sel. Definisi sel adalah sel merupakan unit struktural yang terkecil dari
mahluk hidup yang terdiri dari segumpal protoplasma dan inti sel. Selanjutnya
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga pada tahun 1930 ditemukan
mikroskop elektron. Definisi sel selanjutnya berbunyi “ Sel adalah merupakan unit struktural dan fungsional yang terkecil
yang mampu hidup di dalam suatu lingkungan yang mati“.
Semua
organisme tersusun atas sel sel. Sel merupakan unit terkecil dari suatu bentuk
kehidupan. Untuk ukuran sekecil itu, sel tergolong sangat luar biasa. Sel
seperti sebuah pabrik yang senantiasa bekerja agar proses kehidupan terus
berlangsung. Sel mempunyai bagian bagian untuk menunjang fungsi tersebut. Ada
bagian sel yang berfungsi untuk menghasilkan energi, ada yang bertanggung jawab
terhadap perbanyakan sel, dan ada bagian
yang menyeleksi lalu lintas zat masuk dan keluar sel. Dengan mengetahui
komponen sel, kita dapat memahami fungsi sel bagi kehidupan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan sitologi?
2.
Ada
berapa jenis komponen kimia kimia sel?
3.
Apa saja jenis-jenis sel?
4.
Apa
yang dimaksud jejas sel?
5.
Apa yang dimaksud dengan nekrosis ?
6.
Apa-apa saja bentuk adaptasi sel ?
7.
Bagaimana metode
pemeriksan sel ?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan sitologi.
2.
Untuk
mengetahui jenis komponen kimia sel.
3.
Untuk
mengetahui jenis-jenis sel.
4.
Untuk
mengetahui yang
dimaksud jejas sel.
5.
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan nekrosis.
6.
Untuk mengetahui bentuk adapyasi sel.
7.
Untuk mengetahui metode pemeriksaan sel.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sitologi
Sitologi berasal dari akar kata cytos yang artinya cel dan logos artinya ilmu pengetahuan. Jadi
sitologi berarti ilmu yang mempelajari tentang sel. Definisi sel adalah sel
merupakan unit struktural yang terkecil dari mahluk hidup yang terdiri dari
segumpal protoplasma dan inti sel. Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan sehingga pada tahun 1930 ditemukan mikroskop elektron. Definisi sel
selanjutnya berbunyi “ Sel adalah
merupakan unit struktural dan fungsional yang terkecil yang mampu hidup di
dalam suatu lingkungan yang mati “.
Sitologi, lebih dikenal sebagai
biologi sel, mempelajari struktur sel, komposisi seluler, dan interaksi sel
dengan sel lain dan lingkungan yang lebih besar di mana mereka ada. Istilah
“sitologi” juga dapat merujuk kepada Sitopatologi, yang menganalisis struktur
sel untuk mendiagnosa penyakit. Studi mikroskopis dan molekul sel dapat fokus
pada organisme baik multisel atau bersel tunggal.
Orang yang pertama kali
mengemukakan adanya sel adalah Robert Hooke (1665). Ia melakukan pengamatan
terhadap sayatan gabus dengan menggunakan mikroskop. Hooke melihat adanya
ruangan – ruangan kecil yang menyusun gabus tersebut. Ruangan – ruangan kecil
itu diberinya nama ‘sel’. Saat ini telah diketahui bahwa ruangan – ruangan
kecil itu sebenernya bukan sel yang
masih hidup, melainkan yang telah mati, yang kosong tanpa isi. Meskipun
demikian istilah sel tetap dipakai hingga saat ini.
B.
Komponen Kimia Sel
Seluruh kegiatan kehidupan sel
merupakan akibat dari reaksi reaksi kimia yang berlangsung dalam sel. Senyawa
kimia penyusun sel disebut protoplasma, yang merupakan subtansi kompleks.
Protoplasma terdiri dari unsur- unsur kimia. Meskipun sebagian sebagian besar
protoplasma terdiri air, tetapi bahan yg memberi strukturnya ialah protein.
Unsur-unsur kimia penyusun protoplasma terdapat dalam senyawa kimia, baik
senyawa organic maupun anorganik. Senyawa organik dalam protoplasma berupa
karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat.
1. Karbohidrat
Nama karbohidrat berasal dari bahasa
Latin, carbo yang berarti arang kayu, dan dari bahasa Yunani, hydratos yang berarti
air. Karbohidrat adalah suatu mulekul yang memiliki banyak gugus hidroksil.
Adapun yang tergolong karbohidrat adalah monosakarida (gula tunggal),
disakarida (dua ikatan gula), dan polisakarida (banyak ikatan gula)
2. Lemak
Keseimbangan oksigen lemak lebih
kecil daripada mulekul mulekul karbohidrat. Lemak digunakan oleh hewan dan
tumbuhan sebagai energi cadangan. Simpanan energy pada lemak biasanya lebih
efisien jika dibandingkan dengan energy yang disimpan dalam pati. Artinya
jumlah energi yang disimpan per gram lemak menghasilkan energi yang lebih besar
daripada yang dihasilkan pati. Hal ini dimungkinkan karena lemak tidak
memerlukan banyak oksigen untuk respirasinya.
3. Protein
Protein
tersusun dari asam asam amino yang bergabung. Asam amino yang paling sederhana
adalaha glisin (NH2CH2COOH) . Semua asam amino memiliki
struktur dasar yang sama, yaitu terdiri atas sebuah ikatan karbon atom pusat,
gugus karboksil (-COOH), dan gugus amino (-NH2). Didalam protein
mahluk hidup umumnya terdapat 20 jenis asam amino.
4. Asam
Nukleat
Asam nukleat (asam inti) merupakan
bentuk polimer nukleotida dengan fungsi sangat spesifik didalam sel. Setiap
nukleotida terdiri atas gula pentose, fosfat dan basa nitrogen. Secara umum,
dikenal dua tipe nukleotida, yaitu ribosanukleotida (mengandung gula ribosa )
dan deosiribosa (mengandung gula deoksiribosa)
Bentuk rantai panjang dengan deoksiribosa nukleotida
dikenal sbagai asam deoksiribonukleat ADN . ADN
ditemukan didalam kromosom mahluk hidup. Rantai dari ribose nukleotida
disebut asam ribonukleat ARN, yaitu suatu salinan ADN didalam inti sel . ARN
berperan dalam membawa kode genetika ADN kedalam sitoplasma sehingga terjadi
proses pembentukan protein.
C.
Jenis-jenis Sel
Jenis-jenis
Sel pada Tubuh manusia, yaitu:
1.
Sel
Saraf (Neuron)
Sel
saraf atau neuron merupakan satuan kerja utama
dari sistem saraf yang berfungsi menghantarkan
impuls listrik yang terbentuk akibat adanya suatu stimulus (rangsang). Jutaan
sel saraf ini membentuk suatu sistem saraf. Satu
sel saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.
2.
Sel Otot
3.
Sel
Jaringan Ikat
Sel yang paling utama dalam
jaringan pengikat, guna menghasilkan serat dan bahan kandung ekstraseluler ada
dua jenis, yaitu yang muda disebut fibroblast biasa, dan yang matang atau dewas
disebut fibrosit.
4.
Sel
Epitel
Sel epitel adalah salah satu dari
berbagai jenis sel yang membentuk epitelium dan menyerap nutrisi.
5.
Sel
Darah
Sel-sel darah adalah sel-sel yang
hidup. Sel-sel darah tidak terbelah, melainkan langsung diganti oleh sel-sel
baru dari sum-sum tulang belakang. Ada tiga macam sel-sel darah yaitu:
D.
Jejas
Sel
Jejas sel
merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau sebaliknya, sel
tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal.Sel normal memiliki fungsi
dan struktur yang terbatas dalam metabolisme, diferensial, dan fungsi lainnya
karena pengruh dari sel-sel disekitarnya dan tersedianya bahan-bahan dasar
metabolisme. Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisikologi normal yang dikenal
dengan istilah hosmeostasis normal. Bila
suatu sel mendapat rangsang dan stimulus patologi, secara fisikologik dan
morfologi, sel akan mengalami adaptasi, yaitu perubahan sel sebagai reaksi
terhadat stimulus dan sel masih dapat bertahan hidup serta mengatur fungsinya.
Reaksi adaftasi dapat berupa hipertropi,atropi,hiperplasia, metaplasia, dan
induksi.
Bila
stimulus patologi diperbesar hingga melampaui adaptasi sel terhadat stimulus
maka timbul jejas sel atau sel yang sakit ( cell injury ) yang biasanya
bersifat sementara ( reversibel ).
Namun, jika stimulus menetap atau bertambah besar besar, sel akan mengalami
jajas yang menetap ( ireversibel ) yaitu sel akan mati atau nekrosit. Sel yang
mati merupakan hasil akhir dri jejas bsel yang biasanya disebabkan oleh
iskemia, infeksi, dan reaksi umum. Adaftasi, jejas, dan nekrosis dianggap
sebagai suatu tahap ganguan progresip dari fungsi dan struktur normal sel.
E.
Adaptasi Sel
Adaptasi ini dapat dibagi menjadi
dua yaitu adaptasi fisiologik dan adaptasi patologik. Adaptasi fisiologik
merupakan reaksi sel terhadap stimulus normal oleh hormon atau bahan kimia
endogen, seperti pembesaran kelenjar mammae dan induksi laktasi pada kehamilan.
Adaptasi patologik adaptasi sel terhadap stimulus abnormal. Jadi, adaptasi
merupakan tahap antara sel normal dengan sel yang sakit. Sel dapat beradaptasi
melalui atrofi, hipertrofi, hiperplasia, metaplasia, dan induksi.
1. Atrofi
Atrofi adalah
perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat berkurangnya
substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih
kecil.sel yang mengalami atrofi akan mengalami penurunan fungsi sel tetapi sel
tidak mati. Istilah atrofi tidak dapat dapat digunakan bila suatu organ tubuh
membesar kerena suatu sebab dan kemudian menjadi normal kembali , keadaan ini
disebut resolusi. Contohnya, uterus yang pada kehamilan ukurannya membesar dan
setelah melahirkan , ukurannya akan menyusut menjadi normal kembali.
nAtrofidapat disebabkan oleh penurunan beban kerja , hilangnya inervasi saraf,
berkurangnya vaskularisasi , nutrisi yang tidak adekuat , hilangnya stimulus
endokrin , dan usia lanjut.
Umumnya, atrofi
terjadi pada sel yang jarang mengalami pembelahan seperti sel otot, tetapi pada
atrofi numerik terjadi pada jaringan yang sel-selnya sering membelah terutama
pada kelenjar. Jadi, atrofi numerik adalah perubahan ukuran organ atau jaringan
menjadi lebuh kecil akibat jumlah sel parenkim berkurang. Contohnya, penderita
yang diberikan kortikosteroid jangka panjang , akan mengalami atrofi pada
korteks adrenal karena berkurangnya sel-sel korteks.
a.
Atrofi fisiologik
Atrofi adalah atrofi yang
merupakan proses normal pada manusia. Misalnya pada atrofi senilis, organ tubuh
individu lanjut usia akan mengalami pengecilan. Atrofi senilis juga dapat
disebut atrofi menyeluruh (general) karena terjadi pada seluruh organ tubuh.
Atrofi menyeluruh juga terjadi pada keadaan kelaparan (starvation) . penyebab
atrofi senilis adalah hilangnya rangsang tubuh, berkurangnya vaskularisasi
darah akibat arteriosklerosis, dan berkurangnya rangsang endokrin.
Vaskularisasi berkurang akibat arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran
pada otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia
senilis. Begitu pula dengan rangsang endokrin yang berkurang pada periode
menopause , menyebabkan payudara menjadi kecil , ovarium dan uterus menjadi
tipis dan kriput.
b.
Atrofi patologik ,
Atrofi patologi dapat dibagi
menjadi beberapa kelompok , antara lain atrofi disuse atau atrofi inactivity,
atrofi desakan, atropi endokrin, atrofi vaskular, atrofi payah, atrofi serosa
(serous), dan atrofi coklat.
·
Atrofi disuse adalah atrofi yang terjadi pada organ yang tidak beraktivitas
dalam jangka waktu lama, misalnya otot tungkai yang oleh suatu sebab harus difiksasi
(digips) sehingga tidak dapat digerakkan untuk jangka waktu lama. Bila fiksasi
dilepas maka tungkai akan menjadi lebih kecil daripada tungakai sisi lainnya.
Begitu pula dengan atrofi pada otot karena hilangnya persarafan pada penyakit
poliomielitis. Atrofi ini terjadi akibat hilangnya impuls tropik yang dinamakan
atrofi neurotropik.
·
Atrofi desakan ,terjadi pada suatu organ tubuh yang mendesak dalam jangka
waktu lama. Atrofi desakan dapat dibagi menjadi fisiologik dan patologik.
Contoh atrofi desakan fisiologik adalah
jaringan gingiva yang terdesak akibat gigi yang akan erupsi pada anak-anak.
Sedangkan contoh atrofi desakan patologik adalah desakan sternum oleh aneurisma
aorta sehingga menyebabkan sternum menjadi lebih tipis; atau desakan organ
akibat tumor.
·
Atrofi endokrin , terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung
pada rangsang hormon tertentu. Keadaan atrofi akan timbul jika hormon tropik
berkurang atau bahkan tidak ada. Keadaan ini dapat ditemukan pada penyakit
simmond yaitu kelenjar hipofisis tidak aktif sehingga menyebabkan atrofi
kelenjar tiroid, adrenal, dan ovarium.
·
Atrofi vaskular , terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah
hingga dibawah nilai kritis.
·
Atrofi payah (exhaustion atrophy) . kelenjar endokrin yang terus menerus
menghasilkan hormon secara berlebihan akan mengalami atrofi payah.
·
Atrofi serosa ,dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada
kakheksia. Jaringan lemak yang mengalami atrofi akan menjadi encer seperti air
atau lendir karena berkurangnya lemak adiposa dan meningkatnya substansi dasar
interselular.
·
Atrofi coklat, juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau
kakheksia dan organ yang mengalami atrofi adalah jantung dan hati. Organ ini
akan menjadi lebih kecil dan berwarna coklat tua akibat pengendapan pigmen
lipofusin pada sel.
2.
Hipertrofi
Hipertrofi
adalah bertambah besar ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang disusun
oleh sel tersebut menjadi lebih besar pula. Pada organ yang mengalami
hipertrofi tidak dijumpai sel-sel yang baru, hanya sel yang menjadi lebih
besar. Sel menjadi lebih besar bukan karena penambahan cairan intraselular
seperti pada degenerasi albumin , melainkan karena sintesis komponen atau
struktur sel bertambah. Secara umum, hipertrofi disebabkan oleh permintaan
fungsi yang meningkat dan stimulus hormon spesifik. Hipertrofi dapat
dikelompokkan menjadi fisiologik dan patologik.
Hipertrofi
fisiologik contohnya adalah hipertrofi otot rangka atau tungkai pada pengemudi
becak, dan hipertrofi otot rangka pada binaragawan. Hepertrofik otot lurik ini
disebabkan oleh kerja otot yang berlebihan (permintaan fungsi yang meningkat). Hipertrofi
patologik disebabkan oleh keadaan patologik seperti pada penderita hipertensi
dan stenosis mitralis atau stenosis aorta sehingga otot jantung menjadi lebih
besar.
3. Hiperplasia
Hiperplasia
adalah bertambahnya jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga
jaringan atau organ menjadi lebuh besar ukurannya dari normal. Pada hiperplasia
terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sering kali hiperplasia dan hipertropi
terjadi bersamaan dan saling berhubungan erat. Hiperplasia dapat dikelompokkan
menjadi fisiologik dan patologik.
Hiperplasia
fisiologik terjadi karena sebab yang fisiologis atau normal dalam tubuh.
Hiperplasia ini di bagi menjadi hiperplasia hormonal dan hiperplasi dan
hiperplasia kompensasi. Contoh hiperplasia hormonal, epitel kelenjar mammae
pada wanita pubertas mengalami hiperplasia sehingga terjadi pembesaran buah
dada; uterus pada wanita hamil akan mengalami hiperplasia dan hipertrofi.
Contoh hiperplasia kompensasi , jika dilakukan parsial hepatektomi akan
menyebabkan aktivitas mitosis sel hepatosit meningkat. Contoh lain pada
penyembuhan luka , terjadi proliferasi sel fibroblas dan pembuluh darah yang
dipicu oleh faktor pertumbuhan (growth facto).
Hiperplasia
patologik disebabkan oleh stimulus hormonal yang berlebihan atau efek
berlebihan dari hormon pertumbuhan pada sel sasaran. Contoh hiperplasia karena
rangsang hormonal endometrium menyebabkan hiperplasia glandularis kistika
endometrium. Perlu diperhatikan bahwa hiperplasia patologik dapat berkembang
menjadi tumor ganas. Pada penderita hiperplasia endometrium memiliki resiko
tinggi menjadi adenokarsinoma endometrium. Faktor pertumbuhan yang memicu terjadinya hiperplasia juga dapat menimbulkan
keadaan patologik , contoh pada kutil yang disebabkan infeksi virus seperti
virus jenis papiloma.
Kemampuan tiap
sel tubuh untuk mengadaka hiperplasia tidak sama. Sel yang mudah melakukan daya
hiperplasia adalah sel epitel kulit, sel epitel usus halus, sel hepatosit,
fibroblas dan sel sumsum tulang . sel yang masih memiliki daya hiperplasia
walaupun rendah adalah sel tulang, sel tulang rawan dan sel otot polos.
Sedangkan sel yang tidak memiliki daya hiperplasia adalah sel saraf , sel otot
jantung, dan sel otot rangka.
4.
Metaplasia
Metaplasia
adalah perubahan sementara dari sel dewasa menjadi sel dewasa yang lain.
Metaplasia juga dapat dikelompokkan menjadi epitelial dan jaringan ikat.
Metaplasia
epitelial sering terjadi pada sel epitel kolumnar yang berubah menjadi sel
epitel skuamosa. Misalnya :
·
Iritasi kronis pada saluran pernapasan individu perokok , sel epitel
kolumnar bersilia di trakea dan bronkus
sering berubah menjadi sel epitel skuamosa berlapis;
·
Batu saluran kelenjar liur, pankreas atau duktus biliaris akan menyebabkan
sel epitel kolumnar bersekresi berubah menjadi sel epitel skuamosa berlapis
yang tidak berfungsi;
·
Defisiensi vitamin A menyebabkan metaplasia skuamosa dari sel epitel
traktus respiratorius.
Bila iritasi
yang menyebabkan proses metaplasia tetap berlangsung, hal ini dapat memicu
perubahan menuju keganasan dari sel metaplastik. Bentuk keganasan dari sel
epitel skuamosa disebut karsinoma. Misalnya , pada barret’s esofagitis,
terjadimetaplasia sel epitel skuamosa berlapis dari esofagus berubah menjadi
sel epitel kolumnardari gaster, dan jika menjadi suatu neoplastik maka disebut
sebagai adenokarsinoma. Metaplasia jaringan ikat terjadi pada sel mesinkim.
Contoh pada sel fibroblas yang memiliki kapasitas pluripoten dan dapat berubah
menjadi sel osteoblas atau kondroblas sehingga membentuk tulang atau kartilago
di tempat yang tidak seharusnya ada. Hal ini biasa dijumpai pada fokus jejas,
tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi tanpa penyebab yang jelas.
5.
Induksi
Induksi
merupakan hipertrofi pada retikulum endoplasmik, tempat kemampuan adaptasi sel
terjadi pada bagian subseluler. Misalnya, pada individu yang menggunakan obat
tidur (hipnotikum) dalam jangka waktu lama, retikulum endoplasmik sel hepatosit
akan melakukan adaptasi hepertrofi terhadap obat tidur ini. Hal ini disebabkan
oleh barbiturat akan didetoksifikasi di hepar sehingga untuk dapat tidur
memerlukan dosis obat yang semakin besar.
6. Didplasia dan
Anaplasia
Displasia merupakan perubahan sel
dewasa ke arah kemunduran dengan ciri khas variasi ukuran, bentuk dan orientasi
yang dapat terjadi di epitel maupun jaringan ikat. Keadaan displasia bukan
merupakan proses adaptif ataupun suatu neoplastik dan disebabkan oleh iritasi
atau peradangan menahun. Ciri khas displasia adalah hilangnya orientasi sel,
sel berubah bentuk dan ukuranya, ukuran dan bentuk inti berubah, hiperkromatik
dan gambaran mitosis lebih banyak daripada normal. Contoh displasia epitel
skuamosa berlapis pada serviks uteri adalah sel epitel skuamosa berlapis pada
serviks menebal, disorientasi epitel skuamosa , dan gambaran mitosis yang
abnormal. Keadaan displasia sel juga dijumpai sel epitel traktus respiratorius
yang mengalami metaplasia skuamosa. Didplasia tidak selalu berubah menjadi
tumor ganas karena jika penyebab displasia disingkirkan, sel epitel akan
(reversibel).
Anaplasia adalah perubahan ke
arah kemunduran dari sel dewasa menjadi sel yang lebih primitif. Sel-sel yang
baru ini nampak sangat berbeda daripada sel normal, baik dalam struktur,
bentuk, ukuran, kromatin, mitosis dan orientasi sel. Jadi, anaplasia merupakan
ciri khas sel tumor ganas dan bersifat menetap (ireversibel). Sel yang
mengalami anaplasia, memiliki karakteristik sebagai berikut;
·
Ukuran sel bervariasi, dapat menjadi lebih besar atau lebih kecil.
·
Pleomorfik (variasi dalam ukuran,
bentuk sel, dan nukleus).
·
Hiperkromatik (nukleus mengandung lebuh banyak DNA).
·
Kromatin nampak kasar dan menggumpal, nukleolus nampak jelas.
·
Perbandingan antara nukleus dan sitoplasma nampak abnormal 1:1(normal 1:4
atau 1:6).
·
Mitosis abnormal.
·
Amitotik mitosis ( pembelahan inti
sel yang tidak diikuti pembelahan sitoplasma sel) sehingga terbentuk sel dengan
satu atau lebih nukleus yang dsebut sel datia neoplastik atau sel datia tumor.
Sel datia tumor memiliki dua nukleus atau lebih, tetapi tidak terlalu
banyak (kurang dari 7) dan menunjukkan pleiomorfik serta hiperkromatik. Sel
datia lain yangt menyerupai sel dtia tumor adalah sel datia benda asing dan sel
datia langhanz. Sel datia benda asing memiliki banyak nukleus dan tidak
menunjukkan pleiomorfik serta hiperkromatik. Sel datia langhanz khas di jumpai
pada penyakit tuberkulosis, memiliki inti yang banyak dan tersusun di perifer,
membentuk lingkaran atau setengah lingkaran atau huruf U atau berkumpul dalam
atau kutup (pool). Sel datia lanhan z dan sel datia benda asing terbentuk
karena fusi dari sel makrofag.
D.
Jejas
Revesibel Dan Jejas Irevesibel
1. Jejas
Reversibel
Degenerasi
dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
pembengkakkan sel dan perubahan perlemakkan. Pembengkakan sel timbul jika sel
tidak dapat mengatur keseimbangan ion
dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan perubahan perlemakan
bermanesfestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam sitoplasma dan terjadi
karena hipoksia atau bahan tokstik. Perubahan perlemakkan dijumpai pada yang
tergantung pada metabolisme lemak seperti hepatosis dan miokard.
a. Degenerasi Albumin
Pembengkakan sel adalah
manifestasi awal sel terhadap semua jejas sel. Perubahan morfolofi yang terjadi
sulit dilihat dengan mikroskop cahaya. Bila pembengkakan sel sudah mengenai
seluruh sel dalam organ, jaringan akan tampak pucat, terjadi peningkatan
turgor, dan berat organ. Gambaran
mikroskopis menunjukkan sel membengkak menyebabkan desakan pada kapiler-kapiler
organ. Bila penimbunan air dalam sel berlanjut karena jejas sel semakin berat,
akan timbul vakuola-vakuola kecil dan nampak cerah dalam sitoplasma. Vakuola
yang terjadi disebabkan oleh pembengkakan reticulum endoplasmik.
b. Degenerasi Hidrofik (Degenerasi
Vakuolar)
Degenerasi hidrofik merupakan
jejas sel yang reversible dengan penimbunan intraselular yang lebih parah jika
dengan degenerasi albumin. Etiologinya sama dengan pembengkakan sel hanya
intensitas rangsangan patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar
rangsangan patologik lebih lama. Secara
miokroskopik organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi lebih besar dan
lebih berat daripada normal dsan juga nampak lebih pucat. Nampak juga vakuola-vakuola
kecil sampai besar dalam sitoplasma
c. Degenerasi Lemak
Degenerasi lemak dan perubahan
perlemakan (fatty change) menggambarkan adanya penimbunan abnormal trigliserid
dalam sel parenkim. Perubahan perlemakan sering terjadi di hepar karena hepar merupakan
organ utama dalam metabolism lemak selain organ jantung, otot dan ginjal. Etiologi dari degenerasi lemak
adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas, dan anoksia.
Jika terjadi gangguan dalam proses metabolism lemak, akan timbul penimbunan
trigliserid yang berlebihan. Akibat perubahan perlemakan tergantung dari
banyaknya timbunan lemak. Jika tidak terlalu banyak timbunan lemak, tidak
menyebabkan gangguan fungsi sel, tetapi jika timbunan lemak berlebihan, terjadi
perubahan perlemakan yang menyebabkan nekrosis.
d. Degenerasi Hyalin (Perubahan
Hyalin)
Istilah hyaline digunakan untuk
istilah deskriprif histologik dan bukan sebagai tanda adanya jejas sel. Umumnya
perubahan hyaline merupakan perubahan dalam sel atau rongga ekstraseluler yang
memberikan gambaran homogeny, cerah dan berwarna merah muda dengan pewarnaan
Hematoksilin Eosin. Kedaan ini terbentuk akibat berbagai perubahan dan tidak
menunjukkan suatu bentuk penimbunan yang spesifik.
e. Degenerasi Zenker
Dahulu dikenal sebagai degenerasi
hialin pada otot sadar yang mengalami nekrosis. Otot yang mengalami degenerasi
zenker adalah otot rektus abdominis dan diafragma. Degenerasi
Mukoid (Degenerasi atau Miksomatosa) Mucus
adalah substansi kompleks yang cerah, kental, dan berlendir dengan komposisi
yang bermacam-macam dan pada keadaan normal disekresi oleh sel epitel serta
dapat pula sebagai bagian dari matriks jaringan ikat longgar tertentu. Musin dapat dijumpai di dalam
sel, dan mendesak inti ke tepi seperti pada adenokarsinoma gaster yang
memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel gaster yang memiliki sifat ganas
dan mengandung musin. Musin tersebut akan mendesak inti ke tepi sehingga sel
menyerupai cincin dinamakan Signet Ring Cell. Musin di jaringan ikat, dahulu
dinamakan degenerasi miksomatosa. Keadaan ini menunjukkan adanya musin di
daerah interselular dan memisahkan sel-sel Stelata (Stellate Cell/ Star Cell).
2.
Jejas
Ireversibel (Nekrosis)
Nekrosis
adalah salah satu dari dua pernyataan yang digunakan untuk sel yan mati (lainnya
adalah apoptosis), dana menunjukan perubahan morfologi yang teradi pada
kematian sel dalam jaringan hidup, yang umu disebabkan oleh pengurangan
progresif dari aksi enzim pada sel yang terpapar jejas. Sel yang di awetkan dalam larutan fiksatif adaalh
sel yang mati,tetapi
tidak mengalamai nekrosis, sebab sel tersebut tidak menunjukkan perubahan
morfologi sel.
Dua
proses utama yang terjadi secara bersamaan yang menyababkan perubahan badan
nekrosis adalah pencernaan oleh enzim yang ada dalam sel dan denaturasi
protein. Enzim katalitik berasal dari lisosom sel itu sendiri yang mati,
kemudian mencerna selnya sendiri, proses ini disebut autolysis. Selain
autolysis, dapat pula terjadi heterolysis, yaitu sel yang mati akan dicerna
oleh enzim yang berasal dari lisosom sel leukosist yang datang ke daerah
nekrotik. Proses morfologi nekrosis tergantung dari peristiwa mana yang lebih
berpengaruh pada nekrosis tersebut apakah pencernaan oleh enzim atau denaturasi
protein. Jika denatururasi protein lebih berpengaruh pada proses nekrosis,
terjadilah jenis nekrosis koagulativah. Namun sebaliknya, bila pencernaan oleh
enzim katalitik pada struktur sel lebih berpengaruh, terjadi nekrosis yang
disebut liquefaktif atau nekrosis kolikuatifah.
Perubahan
pada sel, sel
yang nekrotif menunjukkan warna lebih eosinofil karena hilangnya warna
basofilia yang dihasilkan oleh RNA pada sitoplasma, serta meningkatnya
pengikatan eosin oleh protein intrasitokplasmik yang rusak. Sel menjadi lebih
mengilap homogeny dibandingkan sel normal, kemungkinan karena hilangnya
partikel glikogen. Ika enzim sudah mencerna organel sitoplasma, sitoplasma akan
mengalami vakuolisasi dan menberikan gambaran seperti gigitan ngengat dan
selanutnya terjadi kalsifikasi sel yang mati.
Perubahan
nukleus sel yang mati dapat memberikan gambaran sebagai berikut:
·
Kariolisis
basofilia dan kromatin yang menghilang, kemungkinan karena aktivitas DNA.
·
Kariopiknosis.
Nukleos menjadi melisut dan terjadi peningkatan warna basofilia. Pada keadaan
ini DNA tampak menadi padat dan menadi masa basofil yang solit dan melisut.
·
Kariorheksis.
Nukleus yang pgneik atau sebagian pignotik mengalami fragmentasi.
Dalam
waktu satu atau dua hari, nukleus dan sel yang mengalami nekrosis akan
menghilang total. jika sel yang mengalami nekrosis menunjukakkan perubahan yang
telah disebutkan diatas, massa yang terdiri dari sel-sel nekrotis akan
menunjukkan gambaran morfologi antara lain :
a.
Nekrosis
Koagulativa
Pada kedaan ini, jejas atau
peningkatan asidosis intar seluler tidak hanya merusak protein structural
tetapi juga merusak protein enzim sehingga akan menghambat proteolisis sel.
Gambaran dasar sel yang mengalami nekrosis koagulativa amasih akan bertahan
selama beberapa angka waktu jadi pada nekrosis koagulativa arsitektur sel yang
nekrosis dalam suatu jaringan dapat dilihat dalam beberapa waktu.
Nekrosis koagulava khas teradi
pada semua macam sel dalam jaringan yang mati karena hipoksia, kecuali otak.
Contohnya pada infrak miokard, yang menunjukkan sel-sel tanpa inti yang
mengalami koagulasi. Kemuadian sel miokard yang nekrotik akan menhilang karena
terjadi frakmentasi dan fagositosis sisa-sisa sel oleh makrofag, serta oleh
aktivitas enzim proteolitik yang berasal dari lisosom sel yang leokosit.
3.
Nekrosis
Liquevaktif atau kolikuativa
Nekrosis jenis ini terjadi
sebagai hasil autolysis dan atau heterolysis, terutama pada infeksi bakteri
(terutama organisme piogenik) karena bakteri merupakan stimulus kuat yang dapat
mengumpulkan sel leukosit. Contoh lain nekrosis kolikuativa pada jaringan otak yang
mengalami hipoksia.
4.
Nekrosis
Kaseosa
Nekrosis kaseosa merupakan
nekrosis kuagulativa yang khas, dan sering dijumpai pada infeksi tuberkulosa
istilah kaseosa disebabkan oleh gambaran makroskopik dari daerah yang mengalami
nekrosis berwarna putih dan menyarupai keju (disebut juga perkijuan).
Gambaran makroskopik pada infeksi
tuberkulosa memperlihatkan focus-fokus nekrosis yang menunjukkan debris granula
amorf, terdiri atas sel-sel yang pecah dan mengalami koagulasi daerah nekrosis
ini dibatasi oleh daerah peradangan yang menunjukkan reaksi granulomatosa yang
terdiri dari sel-sel epitoloid, sel datialanghanz dan di kelilingi oleh sel
limfosit.
5.
Nekrosis
enzimatik lemak
Pada
enzimatik lemak terjadi penghancuran local sebagai hasil pengeluaran lipase
pangkreas aktif secara abnormal kedalam subtansi pangkreas dan rongga
perinotium. Hal ini jaran tr=eradi dan merupakan suatu kaadaan abdomen akut
yang di kenal sebagai nekrosis pankreas akut.
Enzim
aktif dari pangkreas dilepas dari sel asini pangkreas dan duktusnya,menghancurkan membrane
sel lemak dan lipase aktif akan memecah ester trikliserit yang ada di dalam sel
lemak. Asam lemak yang terlepas akan bereaksi dengan kalsium sehingga
menghasilkan didaerah putih berkapur. Hal ini dapat dideteksi oleh dokter bedah
dan patologis untuk mengidentifikasi penyakit saat pemeriksaan di daerah lemak
waktu melakukan oprasi. Secara
histology nekrosi menunjukan focus-fokus dengan batas tidak jelas dari sel
lemak dengan endapan kalsium yang basofilik dan di kelililngi reaksi radang.
6.
Nekrosis
gangrenosa
Istilah nekrosis
gangrenotosa digunakan untuk nekrosis yang terjadi unakan pada bagian distal
kaki, atau nekrosis pada seluruh tebal dinding saluran cerna atau organ dalam
abdomen atau nekrosis yang berhubungan dengan infeksi massif.
Perubahan
perlemakan sering di jumpai di jantung. Pada semua organ, prubahan perlemakan
Nampak sebagai fakuola – fakuola ceraha pada sel parenkim. Kaadaan ini harus
dibedakan dengan timbunan air atau polisakarida dalam sel yang jua memberikan
gambaran-gambaran fakuola-fakuola. Untuk mendeteksi lemak sejati dalam sel di
perlukan teknik pembuatan sedian yang tidak menggunakan zat-zat pelarut lemak
seperti pembuatan sedian paraffin. Teknk pembuatan sedian untuk melihat lemak
sejati dengan sedian potong beku atau frozen section. Keuntungan potongan beku
ini, selain untuk mendeteksi lemak sejati, untuk mendiagnosis secara cepat dan
tepat. Selanjutnya dibuat sedian diberi pewarnaan sudan 3atau 4 atau oil red-O,
yang akan memberikan warna merah ingga pada lemak. Untuk mengindentifikasi
timbunan glikogen, dapat di beri pewarnaan PAS, walau pun pewarnaan ini tidak
khas untuk glikogen. Jika dalam vakuola- vakuola tidak dapat di buktikan adanya
lemak atau polisakarida, kesimpulanya adalah vakuola tersebut berisi air atau
cairan dengan kadar protein rendah.
Sel normal membatasi diri dalam fungsi dan struktur yang cukup sempit
melalui metabolismyang trprogram secara genetic, diferensiasi, dan ketersediaan
substansi metabolic. Dengan demikian, seldapat mempertahankan kondisi
fisiologik normal, disebut homeostasis. Apabila sel mengalami stressfisiologik
maupun patologik, sel akan berusaha mempertahankan diri melalui mekanisme
adaptasi sel.Akan tetapi, bila limit respon adaptif terhadap rangsangan sudah
terlampaui atau bila sel terpaparterhadap stress dan stimulus tertentu, sel
akan mengalami serangkaian perubahan yang diistilahkandengan jejas sel.
Penyebab jejas dan kematian sel dapat digolongkan sebagai berikut
1.
Hipoksia
Hipoksia merupakan penyebab umum
dari jejas sel dan kematian sel yang menyerang respirasin aerobik eksudatif.
Misalnya, peredaran darah berkurang (iskemia) arteriosklerosis atau trombi,
kegagalan sistem kardiovaskular, anemia yang menimbulkan gangguan pada
pengangkutan oksigen, keracunan karbon monoksida yang menimbulkan karbon
monoksihemoglobin sehingga menghambat pengangkutan oksigen, dan lain-lain.
2.
Bahan
fisik
Bahan fisik dapat berupa mekanik,
termis, aktinis, ( misalnya sinar ultraviolet ), dan elektrik.
3.
Bahan
kimia
Bahan kimia baik dalam bentuk
makan ataupun obat-obatan dapat pula menyebabakan jejas pada sel. Bahan kimia
seperti glukosa dan garam hipertonik menimbulkan jejas sel sel; racun seperti
arsen, sianida atau garam merkuri menyebabkan kematian sel dalam waktu yang
singkat.
4.
Organisme
Organisme penyebab jejas sel pada
bervariasi mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit, bahan cacing.
5.
Rekasi
imunologik
Keadaan yang paling parah yaitu
kematian dapat disebabkan oleh reaksi umum imunologik seperti pada reaksi
anafilaktif ataupun reaksi antigen endogen yang menimbulkan penyakit autoimun.
6.
Kelamin
genetic
Defek pada genetik sering
menyebabkan jejas sel, anatara lain ditemukan pada sindrom Dwon dan anemia sel
sabit.
7.
Gangguan
nutrisi
Ketidakseimbangan nutrisi
merupakan penyebab utama jejas sel, antara lain defisiensi protein, vitamin,
dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan faktor pendukung terjadinya
arteriosklerosis.
E. Injuri
Pada Sel
Injuri pada sel terjadi bila sel
tidak dapat mempertahankan kaadaan homeostasis. kondisi ini bisa bersifat kembali pulih(normal)lagi
nanti yang disebut reversible,tetapi bisa pula mengakibatkan kematian sel (bila
bersifat ireversibel). penyebabnya
biasanya berupa kekurangan oksigen,radikal bebas,bahan-bahan kimia yag bersifat
racun(toxin),infeksi,respon radang/imun,factor genetic,kekurangan
nutrisi,ataupun terutama fisik lainnya seperti suhu ekstrim,radiasi.
Pada kerusakan sel /jaringan
radiasi,terjadi kerusakan pada DNA sel. Penyebabnya antara lain pada tindakan
penyinaran termasuk untuk keperluan diagnostic. Dalam kaitan ini maka factor
yang berpengaruh adalah dosis,durasi atau lamanya terkena sinar radiasi dan
kepekaan sel terhadap sinar(yang sifatnya individual). Menginggat
kepekaan sel/jaringan yang terkena radiasi adalah sel yang sering mengalami
mitosis,maka prinsip ini di manfaatkan dalam radiotherapy yakni pengobatan
kangker dengan sinar radiasi.
Secara biokimiawi terdapat empat
cara kerusakan sel/jaringan yakni melalui berkurangnya ATP,berkurangnya
O2(radikal bebas tanpa O2),berkurangnya
kalsium intrasel atau terdapat detak (gangguan)pada membrane sel.
Dalam kaadaan normal,sel
hidup,tumbuh dan berkembang.bila timbul perubahan –prubahan dari kondisi normal
ini,maka dalam batas-batas tertentu sel dan jaringan tubuh dapat beradaptasi
dalam memelihara keseimbangan. Perubahan-perubahannya terjadi di luar dari
perubahan tersebut diatas termasuk dalam perubahan patologik. Cirri-ciri
perubahan patologik tersebut beraneka
ragam,namun dapat digolongkan kedalam golongan besar yakni :
·
Perubahan-perubahan
yang berciri retrogresif(kemunduran).
·
Perubahan-perubahan
yang berciri progresif.(proses pertumbuhan dan perkembangan)
1.
Prose patofisiolois di tingkat sel
Bila sel digambarkan sebagai unit
terkecil /subsistem,maka proses /sakit dapat dikatakan sebagai proses adaptasi
/malapdatasi. Perubahan
yang terjadi dalam suatu kaadaan lain bisa cepat/lambat atau berlangsung tak
terdeteksi. Disini sebabnya bisa atara lain. Oleh karena tidak adanya batas
yang tegas atau nyata dari perubahan itu. sebenarnya,perubahan
yang paling awal adalah yang terjadi di tinggkat molekul,namun perubahan ini
pada umumnya belum terdeteksi. Apabila sudah terjadi perubahan fungsi dan
struktur steady state barulah terdeteksi. Selanjutnya sifat perubahan bisa
reversible,ireversibel bahkan lethal(fatal).
2.
Respon terhadap stimulasi/stressor
Untuk masing-masing jenis sel an
jaringan berlaku respon yang berbeda-beda pula baik dalam hal pola respons
maupun kecepatan respons. Ada jenis yang lebih pekak di banding jenis yang
lain. Jenis respons disini ditentukan oleh kemampuan beradaptasi serta kondisi
fisiologis. Juga oleh tipe dan sifat stressor serta oleh lama dan beratnya
stressor itu.
Deviasi yang terjadi dari pada
suatu “setting point”akan memicu respons untuk mengimbangi deviasi itu. Dalam
kaitan ini,terdapat contoh-contoh parameter yang dapat diatur melalui mekanisme
kompensasi antara lain tekanan darah, kadar
asam basah, gula
darah, suhu badan
serta cairan elektrolit. Masing –masing parameter mempunyai range tertentu
untuk dapat berfungsi optimal. Kalau ukuran /nilai parameter – parameter ini
berlebihan atau pun berkurang, maka
akan memicu aktifitas (feedbeck)untuk kembali ke kaadaan normal. Sesungguhnya
feedbeck tidaklah merubah gangguan,ia hanya merubah efek dari gangguan.
Selanjutnya,bahwa hamPir semua system pengendalian akan
diintregasikan pada tinggkat otak /syaraf serta endrokrin,dimana aktifitas
pengendalian ini akan berlangsung melalui rangsangan oleh otot (polos) dan
kelenjar. Adapun organ –organ yang terlibat dalam jantung,paru-paru,ginjal,hati,organ
pencernaan kulit. Kalau diransang maka organ – organ ini akan merubah kecepatan
kerjanya.
3.
Adaptasi
Sel
Diatas telah disinggung
sebelumnya bahnwa sel tubuh memiliki kemampuan adaptasi. Dengan daptasi
memungkinkan sel dapat bertahan dalam steady state,walau kondisi lingkungan
merugikan.
Bahwa injuri pada sel bisa
terjadi akibat stress fisiologik pada sel ataupun bahkan proses patologik.
Namun sel bisa bertahan dalam bentuk adaptasi dimana sel bisa mengalami tahap
steady state yang baru. Dalam hal ini sel dapat tetap hidup dan menjalankan
fungsinya. Proses sedemikian tergolong retrogresif. Adapun secara
klasik,prubahan-prubahn pada patologi digolongkan menjadi :
·
Progresif
– retrogresif
·
Gangguan
sirkulasi
·
Inflasi
·
Congenital
·
Herediter
·
Trauma
F.
Penyakit
Akibat Sel Abnormal
1. Turmor
Tumor atau barah (bahasa Inggris: tumor, tumour) adalah sebutan untuk neoplasma atau lesi padat yang terbentuk akibat
pertumbuhan sel tubuh yang tidak semestinya, yang
mirip dengan simtoma bengkak. Tumor berasal dari
kata tumere dalam bahasa latin yang berarti "bengkak". Pertumbuhannya dapat digolongkan
sebagai ganas (malignan) atau
jinak (benign).
Tumor ganas disebut kanker. Kanker memiliki potensi untuk menyerang dan merusak jaringan yang berdekatan dan menciptakan metastasis. Tumor jinak tidak menyerang tissue
berdekatan dan tidak menyebarkan benih (metastasis), tetapi dapat tumbuh secara lokal
menjadi besar. Mereka biasanya tidak muncul kembali setelah penyingkiran
melalui operasi. Tumor
disebabkan oleh mutasi dalam DNA sel. Sebuah penimbunan mutasi dibutuhkan untuk tumor dapat
muncul. Mutasi yang mengaktifkan onkogen atau menekan gen
penahan tumor dapat akhirnya menyebabkan tumor. Sel
memiliki mekanisme yang memperbaiki DNA dan mekanisme lainnya yang menyebabkan
sel untuk menghancurkan dirinya melalui apoptosis bil DNA rusak terlalu parah. Mutasi yang menahan gen untuk mekanisme ini
dapat juga menyebabkan kanker. Sebuah mutasi dalam satu oncogen atau satu gen
penahan tumor biasanya tidak cukup menyebabkan terjadinya tumor. Sebuah
kombinasi dari sejumlah mutasi dibutuhkan. DNA microarray dapat digunakan untuk menentukan apakah oncogene atau gen penahan tumor
telah termutasi. Di masa depan kemungkinan tumor dapat dirawat lebih baik
dengan menggunakan DNA microarray untuk menentukan karakteristik terperinci
dari tumor.
2.
Kangker
Penyakit Kanker
berasal dari bahasa Yunani, Karkinos (kepiting), yang artinya pembentukan
jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas. Penyakit Kanker
bisa diartikan sebagai suatu kelompok sel dengan mendadak menjadi liar dan
memperbanyak diri secara pesat dan terus menerus. Selain itu, Penyakit Kanker adalah pertumbuhan sel tubuh yang
menginfritrasi dan menekan jaringan tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi
organ tubuh.
Penyakit Kanker mempengaruhi unit dasar
tubuh, yakni sel. Kanker terjadi ketika sel- sel menjadi
abnormal dan membelah tanpa kontrol atau aturan. Seperti semua organ- organ
lain tubuh,usus besar (colon) dan
retum (rectum) terdiri dadri banyak tipe-tipe dari sel -sel. Secara normal,
sel-sel membelah untuk mengasilkan lebih banyak sel -sel hanya ketika tubuh
membbutuhkan mereka. Proses yang teratur ini membantu mempertahankan kita
sehat.
3.
Leukimia
Penyakit Leukemia adalah
suatu penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat dan progresif, yang
ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoitik yang menyebabkan
infiltrasi yang progresif pada sumsum tulang. Proses diferensiasi dari sel-sel
leukemia ini biasanya tidak matang. Akumulasi sel abnormal dari sel blast jenis
tertentu akan menimbulkan gangguan sistem pembentukan hormon sel darah merah,
gangguan system untuk pembentukan likosit dan gangguan sistem pembentukan
trombosit. Kanker darah tidak menular dan bukan merupakan penyakit keturunan.
4.
Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit
genetik/turunan, merupakan suatu bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan
dari orang tua kepada anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan
darah tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit. Penyakit ini ditandai dengan
sulitnya darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak
ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan, kerusakan pada
persendian hingga cacat dan kematian dini akibat perdarahan yang berlebihan.
Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan sendi
yang nyeri dan menahun
G.
Pemeriksaan
Secara Sitologi
1. Bahan –bahan
yang dapat diperiksa secara sitologi :
a.
Vaginal smear/
Pap test / Cervical smear
Untuk
menentukan adanya :
·
Peradangan dan penyebabnya
·
Perubahan
praganas
·
Perubahan
keganasan
·
Status hormonal
b.
Sputum atau
dahak
·
untuk
menentukan keganasan serta jenis peradangan.
c.
Bronchial
washing dan brushing :
·
Untuk
menentukan keganasan
·
Untuk
menentukan peradangan
·
Urine, untuk
menentukan adanya :
·
Tumor ginjal,
tumor kandung kemih
·
Batu,
infeksi saluran kemih
d.
Cairan lambung,
untuk menentukan adanya :
·
Gastritis acuta
atau kronika
·
Keganasan
·
Intestinal
metaplasi dari mukosa lambung, yang selalu mendahului perubahan keganasan.
e.
Cairan
tubuh lain yaitu Cairan pleura, Cairan pericardium, Cairan ascites, Cairan
cerebro spinal dan Cairan sendi. Untuk menentukan adanya :
·
Tumor primer
atau metastatik
·
Peradangan
f.
Apirasi
jaringan tumor, untuk menetukan adanya :
·
Tumor
·
Peradangan
g.
Inprint jaringan
tumor untuk menentukan adanya :
·
Tumor
·
Peradangan
·
Skraping untuk
menentukan adanya :
·
Seks kromatin,
diambil dari mukosa rongga mulut
·
Status hormonal
wanita, diambil dari dinding lateral vagina
·
Keganasan.
2. Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan
sitologi diperoleh dengan cara :
a.
Eksfoliasi :
sel-sel yang terlepas secara fisiologis misalnya cairan ascites,
kerokan kulit,
saliva.
b.
Scruffing
: pada lapisan mukosa tertentu sehingga
menimbulkan
traumatik yang
sedikit mungkin, misalnya pap smear, kerokan
dinding hidung.
c.
Brushing : berupa bilasan dari rongga tertentu. Misalnya
bronchial brushing.
d.
Biopsi jaringan
biasa / Fine Niddle Aspiration Bioption (FNAB) : dengan menggunakan jarum
diameter 0,5 mm kemudian sel-sel diperiksa lebih lanjut
3.
Cara
pengambilan sampeluntuk bahan pemeriksaan sitologi :
a. Vagina smear / Pap test
·
Isilah
permintaan formulir dengan lengkap.
·
Tuliskan nama
penderita pada label yang ada.
·
Sediakan botol
atau tempat lain dengan bahan fiksasi ethyl alkohol 95%.
·
Jangan
melakukan vaginal lain sebelum mengambil smear.
·
Jangan memakai
bahan pelicin untuk speculum.
·
Dengan speculum
ambilah smear dengan mempergunakan “Ayre’s scraper”
·
Buat pulasan
yang rata pada obyek glass.
·
Masukkan segara
obyek glass tersebut kedalam bahan fiksasi biarkan paling sedikit selama 30
menit, kemudian keringkan diudara terbuka.
·
Masukkan slide
pada tempat slide yang tersedia, kirimkan dengan amplop yang tersedia bersama
dengan formulir permintaan.
·
Untuk evaluasi
status hurmonal, dikerjakan prosedur yang sama, hanya scraping tidak di portio,
melainkan pada dinding lateral vagina, dengan syarat tidak ada infeksi serta
bila ada pengobatan hormonal telah dihentikan 2 minggu sebelumnya.
b.
Sputum atau
dahak :
·
Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan 3x berturut-turut dengan jarak 3 hari.
·
Sputum adalah
hasil dari batuk yang dalam, dan berisi bahan yang berasal dari bronchioli dan
alveoli.
·
Penderita
diminta untuk batuk yang dalam dan mengumpulkan sputumnya dalam tempat (botol)
yang telah disediakan yang berisi bahan fiksasi alcohol 70% kirim ke
laboratorium sitologi.
·
Bila sputum
terlampau sedikit,penderita dapat diberi expectoransia selama 3 hari dan
diadakan sputum koleksi selama 24 jam dengan fiksasi alcohol 70%.
·
Untuk
tempat-tempat yang jauh, pengiriman dapat dilakukan secara kering ialah dengan
jalan membuat sediaan apusan dari sputum yang telah terkumpul pada 3 object
glass yng bersih.
·
Untuk membuat
apusan, pilihlah bagian yang mengandung garis darah atau bagian yang padat.
·
Kemudian
masukkan dalam alcohol 95% selama 2 jam, keringkan diudara dan dikirim ke
laoboratorium Sitologi.
c. Urine
Pengambilan urine dapat dilukukan
dengan beberapa cara yaitu urine porsi tengah, urine kateter. Bila kelainan
diduga terletak dalam ureter/ginjal, harus dipakai urine kateter dari ureter. Untuk
memperoleh bahan yang reprentatif, bila keadaan memungkinkan,penderita
dianjurkan exercise ringan sebelum penampungan urine.
d.
Cairan dari
tubuh lain yaitu Pleural effusion = cairan pleura, Cairan pericardium, Cairan ascites, Cairan cerebrospinal, dan Cairan
sendi. Cairan-cairan difiksasi
dalam ethyl alcohol 50% dan dikrim ke laboratorium Sitologi. Untuk memperoleh bahan yang
representative, sebaiknya posisi penderita diubah-ubah sebelum
dilakukan fungsi.
e. Cairan
lambung :
Cara memperoleh ialah dengan gastric lavage, prosedur
sebagai berikut :
Ø
Persiapan
penderita
·
Pengobatan
dengan antasida, harus dihentikan 24 jam sebelum lavage dilakukan.
·
Makanan malam
hari sebelum pemeriksaan sebaiknya cair dan jernih seperti air boullion atau
the, susu cream tak diperkenankan.
·
Minum 3 sampai
5 gelas sebelum tidur malam. Puasa pagi hari. Gastric washing ini sebaiknya
tidak dilakukan pada hari yang sama dengan pemeriksaan X-ray lambung, oleh
karena dapat mengacaukan interprestasi masing-masing. Pada penderita dengan
obstruksi pylorus, harus dilakukan lavage beberapa kali sampai cairan aspirasi
bersih.
·
Pemeriksaan
sebaiknya pagi hari, mengingat penderita harus puasa.
·
Lavin
tube dimasukkan sampai tanda 70 cm. Jangan mempergunakan bahan pelican kecuali
glycerin.
·
Kemudian 500 cc
larutkan ringer dimasukkan sedikit demi sedikit dengan mempergunakan alat
suntikan kemudian diaspirasi lagi dan dibuang.
·
Setelah itu 500
cc cairan ringer dimasukkan sedikit demi sedikit (dapat pula dipakai
larutan buffer acetat pada PH 5-6 bila memakai chymotripsin).
·
Kemudian
penderita dirubah posisinya, dimana penderita yang berbaring itu diputar 90º,
setiap kali, hingga kembali pada posisi semula. Cairan aspirasi setiap kali
harus dimasukkan tabung kecil-kecil yang direndam dalam es. Pendinginan
ini dimaksudkan untuk menghentikan aktivitas enzyme dan dengan demikian
menyelamatkan sel-sel terhadap pengaruhnya. Kemudian fiksasi dapat dilakukan
dengan penambahan alcohol 95% aa dan kirim ke laboratorium Sitologi.
4. Persiapan preparat apus
Bahan yang diambil untuk preparat apus dapat berasal dari
berbagai tempat diseluruh tubuh dan sekresinya mempunyai komposisi yang
bervariasi. Prostat, mamae dan saluran genital wanita dan dahak mempunyai
cairan yang kental dan biasanya mengandung sejumlah sel yang cukup tinggi. Oleh
karena itu bahan-bahan ini dapat menyebar secara langsung pada objek
glass.
Sebaliknya air seni, cairan bilas saluran pencernaan atau
bronchus dan eksudat dan bahan lainnya lebih encer serta mengandung sedikit
sel. Biasanya terhadap bahan-bahan ini perlu dilakukan centrifuge (pemusingan)
dalam waktu tertentu sehingga tampak endapan dengan cairan yang jernih. Kemudian cairan ini secara hati-hati
dibuang. Endapannya dipisahkan ke objek glass dengan pipet atau alat yang
serupa kemudian dilakukan apusan dengan menggunakan salah satu sisi objek glass
yang lain.
Cairan yang kental tadi biasanya cepat melekat pada objek
glass oleh karena mengandung mukus atau protein. Bahan yang lebih encer
mempergunakan suatu cara yang lain yaitu melapisi permukaan objek glass dengan
albumin agar sel-sel dapat melekat dengan baik. Cara ini mengurangi bahaya sel
terlepas selama tahapan pengecatan dan resiko kontaminasi dari bahan lain. Dua sampai tiga tetes albumin dapat
ditambahakan pada bahan sebelum sebelum pemusangin atau dicampur dengan
endapan. Ioni dilakukan terutama untuk apusan air seni yang juga membantu untuk
memperkuat perlekatan sel-sel dengan objek glass. Setiap sediaan, baik yang berasal dari sediaan langsung
maupun hasil pemusingan haruslah
mempunyai hasil yang baik untuk dapat dilihat dibawah mikroskop.
5. Fiksasi untuk bahan pemeriksaan sitologi
Untuk memeriksa struktur sel dengan jelas dan dengan
perubahan yang minimal perlu suatu proses yang disebut sebagai fiksasi. Bahan
fiksasi ini akan mengeraskan sel sehingga tahan terhadap berbagai reagen yang
akan diberikan dan merubah susunan protein degenerasi yang disebabkan oleh
aktivitas bakteri. Terdapat
beberapa metode fiksasi yang dapat digunakan, akan tetapi yang dipakai
tergantung dari jenis bahan, pemeriksaan yang diperlukan, tehnik pengecatan
yang digunakan.
Metode yang ditemukan oleh Papaniculaou untuk keperluan
sitologi eksfoliatif sangat mudah. Metode ini efektif oleh karena penetrasi
yang cepat dari sel oleh fiksasi yaitu larutan eter dan etil alkohol 95% dalam
volume yang sama. Jika bahan yang segar difiksasi dengan segera perubahan sel
akan minimal. Selanjutnya komposisi bahan fiksasi ini digunakan untuk
pengecatan Papaniculaou. Segera
setelah bahan siap, celupkan bahan tersebut tanpa dikeringkan kedalam larutan
eter alkohol sampai akan dilakukan pengecatan. Sebelum difiksasi sediaan tidak
boleh kering oleh karena dapat menyebabkan kerusakan sel dan hilangnya afinitas
untuk pewarnaan.
Untuk
fiksasi sel diperlukan wakti 15 menit akan tetapi bagi sediaan yang cenderung
lepas akan lebih melekat apabila dicelupkan dalam fiksasi selama 1 jam lebih.
Apabila bahan yang digunakan dari dahak dan cairan yang akan difiksasi dengan
larutan eter alkohol terlebih dahulu dicampur dengan alkohol segera
setelah diletakkan pada objek glass untuk difiksasi awal kemudian dikirim ke
laboratorium.
Seandainya sediaan yang dibuat dari
bermacam-macam bahan tersebut terlambat
dikirimkan ke laboratorium atau
dalam proses pembuatan kadang-kadang lama,
pendinginan perlu dilakukan.
6. Tahapan pengecatan
Pada tahun 1942, Papaniculaou menemukan cara mewarnai
sediaan apus vagina, kemudian dengan sedikit perubahan teknik ini dipakai untuk berbagai macam
sediaan sitologi. Walaupun cara pengambilan bahan dan persiapannya berbeda-beda
ditiap laboratorium akan tetapi prinsip dasarnya sama.
Pertimbangan utama pemilihan teknik ini adalah :
·
Akan mewarnai inti sel dengan jelas
yang berguna untuk melihat struktur inti apabila terdapat kemungkinan
keganasan.
·
Pewarna banding yang akan
menimbulkan warna pada sitoplasma, sehingga warna inti lebih kontras.
·
Warna yang cerah dari sitoplasma
akan memungkinkan untuk melihat sel-sel lain dibawahnya yang kadang-kadang
bertumpuk atau berkelompok.
Yang
digunakan untuk mewarnai inti adalah Harris Hematoxylin. Chromatin dan membran
inti akan berwarna biru tua sampai ungu, sedangkan anak inti berwarna merah,
merah muda atau orange. Preparat
hematoxylin ini bisa saja diganti untuk dapat memberikan warna seperti yang
diinginkan. Harris hematoxylin adalah preparat yang sangat mudah dibuat dan
siap dalam waktu 24 jam.
Sediaan
diwarnai dalam waktu yang singkat dengan hematoxylin kuat, sehingga inti dapat
dibedakan dan dipucatkan
oleh ammonia. Metode ini terutama baik digunakan untuk pewarnaan urin dan
lambung yang mempunyai kecenderungan akan terhapus jika ditempatkan pada air
mengalir. Apabila apusan tebal diwarnai dengan teknik ini, sitoplasma akan
menahan hematoxilin dan merusak efek pewarna banding.
Terdapat 2 pewarna banding yang baik
untuk dipakai :
a.
Orange G (Papaniculaou formula OG-6)
Mewarnai
sitoplasma menjadi kuning atau orange jika ada keratin. Sel yang mengandung
keratin dapat bersifat jinak atau ganas biasanya sel-sel banyak mengandung keratin sehingga sitoplasmanya
akan tampak bercorak, warna orange berkilat kontras dengan warna inti yang
gelap. Sel-sel tersebut akan tampak nyata dibandingkan sel-sel lainnya pada
sediaan.
7.
Pemeriksaan
Sediaan
Pemeriksaan sedian ini dilakukan menggunakan mikroskop
b. EA-50
Warna polikhromasi yang mengandung larutan eosin alkohol,
light green dan Bismark brown. Formula untuk pewarnaan polikhromasi aslinya
ditemukan oleh Papaniculaou untuk apus vagina, ditulis dengan kode EA-36.
Preparat komersil EA-50 dibuat dengan formula tadi kecuali pada pelarutnya dan
dapat digunakan bergantian dengan EA-36. EA-36
mengandung “less light green”, kadang-kadang ini digunakan untuk sediaan non
ginekologi, terutama apabila sediaannya tebal dan menyerap terlalu banyak warna
hijau. Formula-formiula yang dibuat diatas dapat digunakan pada berbagai jenis
sediaan.
Sel-sel
yang mempunyai sitoplasma yang asidofil memperlihatkan afinitas terhadap eosin
yang bersifat asam, sel-sel tersebut mengambil bayangan merah muda sampai
kuning. Sel yang mempunyai sitoplasma basofil akan berwarna biru pucat
atau biru kehijauan oleh light green (warna basa). Kebanyakan sel-sel epitel
gepeng berlapis yang superfisial akan bersifat asidofilik sementara yang
lainnya lebih asidofil. Berbagai
faktor anatara lain pengeringan, pH cairan, tebal apusan dapat merubah reaksi
pewarnaan, oleh karena itu
untuk kriteria identifikasi morfologi sel lebih penting daripada warna
sitoplasma.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Sitologi berasal dari akar kata cytos yang artinya cel dan logos artinya ilmu pengetahuan. Jadi
sitologi berarti ilmu yang mempelajari tentang sel. Definisi sel adalah sel
merupakan unit struktural yang terkecil dari mahluk hidup yang terdiri dari
segumpal protoplasma dan inti sel. Jenis
komponen kimia sel yaitu, karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat.
2.
Adapun kompone
kimia sel Karbohidrat, Lemak, Protein, Asam Nukleat
3.
Adapun jenis-jenis sel yaitu Sel Saraf (Neuron), Sel
Otot, Sel Jaringan Ikat, Sel Epitel, dan Sel Darah
4. Jejas sel merupakan keadaan
dimana sel beradaptasi secara berlebih atau sebaliknya, sel tidak memungkinkan
untuk beradaptasi secara normal.
5. Nekrosis adalah salah satu dari
dua pernyataan yang digunakan untuk sel yan mati (lainnya adalah apoptosis),
dana menunjukan perubahan morfologi yang teradi pada kematian sel dalam
jaringan hidup.
6. Adaptasi ini
dapat dibagi menjadi dua yaitu adaptasi fisiologik dan adaptasi patologik.
Adaptasi fisiologik merupakan reaksi sel terhadap stimulus normal oleh hormon
atau bahan kimia endogen, seperti pembesaran kelenjar mammae dan induksi
laktasi pada kehamilan. Adaptasi patologik adaptasi sel terhadap stimulus
abnormal. Jadi, adaptasi merupakan tahap antara sel normal dengan sel yang
sakit. Sel dapat beradaptasi melalui atrofi, hipertrofi, hiperplasia,
metaplasia, dan induksi.
7. Pemeriksaan sitologi dilakukan dimulai
dari pengambilan sampel untuk bahan pemeriksaan, Persiapan preparat apus, Fiksasi untuk bahan,pemeriksaan sitologi, Tahapan pengecatan, kemidian Pemeriksaan Sediaan
B.
Saran
Sebagai analis kesehatan yang bekerja di
laboratorium haruslah dapat mengetahui serta memahami bagimana patologi sel, serta
bmemahami pemeriksaan secara sitologi, baik dari pengambilan, membuat sediaan,
sampai pemeriksaan, agar mendapatkan hasil yang akurat pada akhir pemeriksaan,
sehingga benar-benar dapat mengakakan diagnosa yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Sudiono Janti, dkk. 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Silbernagl
Stefan, dan Lang
Florian. 2007. Teks & Atlas Berwarna
Patologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tamber
Sayuti, dan Heryati. 2008. Patologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: TIM
Mukawi, Tanwir . 1989. Teknik
Pengelolaan Sediaan Histopatologi dan Sitologi. Bandung : FKUI.
0 Response to "Makalah Sitopatologi"
Post a Comment