BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Cairan
serebrospinal (cerebrospinal fluid/CSF)
adalah cairan yang menggenangi otak dan akord
tulang belakang. Cairan serebrospinal adalah satu dari tiga komponen utama di
dalam tengkorak, dua lainnya adalah pembuluh darah dan
otak itu sendiri. CSF diproduksi oleh pleksus koroid,
serangkaian pembuluh darah infolded bahwa proyek ke
dalam ventrikel otak, dan itu diserap ke dalam
sistem vena. Jika produksi melebihi penyerapan, tekanan
CSF naik, dan hasilnya adalah hidrosefalus. Ini
juga dapat terjadi jika jalur CSF yang terhambat, menyebabkan
cairan menumpuk. CSF diperoleh dalam pungsi
lumbal dianalisa untukmendeteksi penyakit.
Cairan
serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi
untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau
gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml,
volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata
104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan,
baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk
sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan
serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan
dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi.
Untuk
mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan
serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan
serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik.
Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa
penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan
perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan
serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk
menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organism pnyebab serta dapat untuk
melakukan test sensitivitas antibiotika
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terbentuknya cairan otak ?
2. Apa saja yang termaksuk dalam pemeriksaan cairan otak ?
3. Bagaimana interprestasi hasil dari pemeriksaan cairan otak ?
4. Apa saja yang menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan cairan otak ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses terbentuknya cairan otak .
2. Untuk mengetahui yang termaksuk dalam pemeriksaan cairan otak.
3. Untuk mengetahui interprestasi hasil dari pemeriksaan cairan otak.
4. Untuk mengetahui yang menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan cairan
otak.
D. Manfaat
1. Sehingga dengan mudah dapat mengetahui proses terbentuknya cairan otak.
2. Sehingga dengan mudah dapat mengetahui yang termaksuk dalam pemeriksaan
cairan otak.
3. Sehingga dengan mudah dapat mengetahui interprestasi hasil dari pemeriksaan
cairan otak.
4. Sehingga dengan mudah dapat mengetahui yang menjadi sumber kesalahan dalam
pemeriksaan cairan otak.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Proses Terbentuknya Cairan
Otak (Liquor Cerebro Spinalis )
Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk
terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh darah kapiler
dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah
dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus
khoroideus membentuk lobul-lobul danmembentuk seperti daun pakis yang ditutupi
oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain
dengan tigth junction pada sisi aspeks, dasar sel epitel kuboid terdapat
membran basalis dengan ruang stroma diantaranya. Ditengah villus terdapat
endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata). Inilah yang disebut sawar
darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel
untuk transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk
transport cairan aktif. Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama
terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik
dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui
proses metabolik aktif.
Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus
khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium dipompa/disekresikan secara aktif
oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga menimbulkan muatan positif di
dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif, terutama clorida ke
dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron sehingga
meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi
dari pada dalam plasma. Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat
terlarut lain bergerak melalui membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat
terbentuk oleh karbonik abhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan
pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump
yang terjadi dgnbantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat
yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan
metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa,
asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki CSS
secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan
transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat
stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk
melewati membran kemudian melepaskannya di CSS.
Natrium memasuki CSS dengan dua cara,
transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke CSS dgnmekanisme
transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak. Perpindahan
Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan
mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada
konsentrasinya dalam serum. Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum
ke dalam CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari
darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari
darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat
menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik.
Ada 2 kelompok pleksus yang utama
menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral,
yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan
CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan
CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya
dikontrol oleh proses enzimatik. CSS dari ventrikel lateral melalui foramen
interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui
aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel
IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang
berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial
(foramen magendi) yang berada dibagian tengah atap ventrikel III memungkinkan
CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS
mengisi rongga subarakhnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2,
juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar
otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui
apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana
sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni)
pada dinding sinus sagitalis superior.
Yang mempengaruhi alirannya adalah metabolisme
otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik
darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus.
Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah,
dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses
yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang
mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat
pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada
piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya. Perluasan
rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan
sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput
arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler
dan css dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari
ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga
subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid
bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan
kapiler.
B. Pemeriksaan
Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis )
v Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan spesimen cairan otak
1. Jangan
menunda-nunda pemeriksaan cairan otak. Barbagai selk dan tripanosoma cepat
lisis pada sampel cairan otak. Glukosa juga cepat rusak, kecuali kalau dengan
fluorida-oksalat.
2. Bekerjalah
dengan hati-hati dan hemat. Spesimen yang dapat diambil untuk pemeriksaan cairan
otak atau Liquor cerebro spinalis sering kali hanya sedikit karena
pengambilannya sulit..
3. Liquor
cerebro spinalis mengandung organisme virulen. Pakailah pipet dengan sumbat
kapas yang tak menyerap cairan, atau pakailah penghisap karet untuk menarik cairen
dalam pipet
v Jenis-jenis
pemeriksaan
1. Pemeriksaan
Makroskopik
a. Pemeriksaan
tentang kekeruhan
Untuk melihat adanya kekeruhan maka cairan oatak
dibandingkan dengan yang berisi aquadest, dalam keadaan normal cairan otak
jernih. Keadaan patologis dapat terjadi sebagai berikut:
1) Opalescent : seperti kabut halus, gris hitam pada
dasar tabung
masih dapat dilihat.
2) Keruh :
garis hitam pada dasar tabung tidak tampak lagi
[ada keadaan ini jumlah sel umumnya
lebih besar 500 sel/mm3
Keadaan ini
bisa disbabkan oleh perdarahan, sel-sel radang, dan kuman, leukositosis tidak
selalu disertai kekeruhan misalnya pada meningitis tuberculosa, meningitis
syphili catabes dorsalis dan polio myelitis pada keadaan ini cairan otak masih
jernih.
b.
Pemeriksaan tentang pH
Cairan otak
dalam keadaan normal pH bereaksi sedikit alkalis
c. Pemeriksaan
tentang Berat Jenis
Dalam keadaan normal Berat Jenis cairan otak sekitar
1.003-1.008
d. Pemeriksaan
tentang warna
Dalam keadaan normal cairan otak tidak berwarna, dalam
keadaan patologis cairan otak berwarna :
1) Kekuning-kuningan
Warna ini
dapat disebaakan derivat hemoglobin dari
perdarahan yang telah lama terjadi ( minimum 6 jam maximum 1-1,5 minggu),
brasal dari bilirubin darah bila intensitas ikterus hebat. Cairan otak xanthocrome
karena kadar protein yang sangat tinggi atau pendarahan dapat membeku.
2) Merah
Warna merah
disebakan oleh karena:
·
Pendarahan artifisialyang merupakan komplikasi dari
punksi
·
Pendarahan sub arachnoidal
3) Coklat
Warna coklat
disebabkan perdarahan yang lama disertai dengan adanya hemolisis , maka LC akan
berwarna coklat.
4) Keabu-abuan
Warna
keabu-abuan ini disebabkan oleh adanya leukosit dalam jumlah besar
e. Pemeriksaan tentang pellicle ( bekuan halus)
Pada cairan
otak yang normal pellicle / bekuan halus dapat diperlihatkan. Bila cairan otak
dibiarkan pada suhu kamar pada 24 jam. Pada meningitis purulenta, pellicle akan
cepat terbentuk besar dan kasar dalam waktu beberapa menit sampai 1 menit
sampai 1 jam.
2. Pemeriksaan
mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopi
diarahkan kepada jumlah dan jenis sel dalam cairan otak dan kepada adanya
bakteri serta jenis secara bakterioskopik.
a. Menghitung
jumlah sel
Pemeriksaan
ini di lakukan sebaik-baiknya setengah jam setelah mendapat liquor karna
leukosit sangat cepat rusak. Selain itu penyebaran sel dalam cairan itu cepat
menjadi serbaneka (teristimewa dalam cairan keruh) dan tidak dapat lagi di
jadikan homogen dengan mengocok.
Tabung
ketigalah yang baik dipakai untuk menghitung jumlah sel karena merupakan sampel
yang paling murni. Jika terdapat darah dalam cairan otak, penetapan jumlah sel
(leukosit ) tidak mungkin teliti lagi dan banyak orang menggap usaha itu tanpa
arti. Dalam keadaan normal di dapat 0-5 sel/µl cairan otak, karenaitu dipakai
pengenceran dan kamar hitung yang berlainai dari pada cara menghitung leukosit
dalam darah.
Kamar hitung
yang sering dan sebaiknya dipakai ialah menurut fuchs-Rosenthal, tinggi kamar
hitung itu 0,2 mm dan luasnya 16 mm2 . Larutan pengencer ialah
larutan turk pekat : methylviolet (gentianviolet) 200 mg, asam asetat glacial 4 ml, aquadest
100 ml. Saring sebelum dipakai.
Cara kerja :
1) Kocoklah
dulu cairan otak yang akan di periksa.
2) Isaplah
lebih dulu larutan turk pekat sampai garis tanda 1 dalam pipet leukosit.
3) Kemudian
isap lah cairan otak sampai garis 11
4) Kocoklah
pipat benar-benar, buanglah 3 tetes dari pipet dan kemidian isilah kamar hitung
fuchs-rosenthal dan biarkan kamar hitung itu mendatar selama 5 menit.
5) Hitunglah
semua sel yang dilihat dalam seluruh bidang yang dibagi dengan memakai lensa
objektif 10 x.
b. Menghitung
jenis sel
Meskipun
dalam cairan otak ada lebih dari dua jenis sel, namun dalam praktek sehari
–hari hanya dibuat perbedaan antar sel yang berinti (hanya limfosit) dan
polinuklear (segmen).
Cara kerja :
1) Cairan
yang jernih atau yang agak keruh saja, harus dipusing terlebih dahulu dengan
kecepatan sedang, umpamanya 1500-2000 rpm selama 10 menit.
2) Cairan
yang dibuat dan sedimen dipakai untuk membuat sediaan apus yang dibiarkan kering pada hawa udara. Jangan
memakai panas untuk merekat sediaan it.
3) Buanglah
hitung jenis sel.
c. Bakterioskopi
Diantara
kuman yang paling sering didapat dalam getah otak ialah M. Tuberculosis,
meningococci, pneumococci, streptococci dan H. Influenzae.
Dengan
mengadakan pemeriksaan bakterioskopi, sering sudah dapat diperoleh petunjuk ke
arah etiologi radang ; sebaiknya
disamping itu diusahakan biakan dan percobaan hewan pula. Yang diperlukan untuk
bakterioskopi ialah pulasan menurut gram dan menurut ziehl-neelsen atau
kinyoun, pulasan itu dikerjakan dengan memakai sedimen sebagai bahan
pemeriksaan.
Pulasan
terhadap batang tahan asam baik sekali dilakukan dengan bekuan halus atau dengan
selaput permukaan. Tidak terdapatnya batang tahan asam dalam bahan itu tidak
mengesampingkan kemungkinan meningitis tuberculosa.
3. Pemeriksaan
Kimia
Diantara
banyak macam pemeriksaan kimia yang dapat dilakukan atas cairan otak, ada
beberapa macam yang sering dikehendaki, yaitu pemeriksaan terhadap kadar
protein ,glukosa dan cholorida. Selain itu,meskipun bukan bersifat penetapan
kimia sebenar-benarnya sering dikendaki juga test-test koloid.
a. Protein
Pemeriksaan
terhadat protein dalam cairan otak ialah yang paling penting diantara
pemeriksaan kimia. Usaha mengetahui jumlahnya dapat dilakukan secara kualitatif
dan kuantitatif. Jiak ada darah dalam cairan otak, hasil pemeriksaan ini (
dengan cara maupun juga ) tidak ada artinya lagi.
1) Test
busa
Percobaan
ini merupakan test kasar terhadap kadar protein yang sangat meningkat. Kalau
cairan otak normal dikocok kuat-kuat, maka busa yang terjadi hanya sedikit saja
dan menghilang setelah ditenangkan selama 1-2 menit. Kalau kadar protein sangat
meninggi, lebih banyak busa terbentuk dan busa itu juga belum lenyap selama 5
menit. Test ini hanya memberi kesan saja tentang kadar protein dalam cairan
otak.
2) Test
Pandy
Reagens
pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air ( penolum liquefactum 10 ml : aqua
dest 90 ml; simpan beberapa hari dalam lemari peneram 37 dengan sering dikocok-kocok) bereaksi dengan
globulin dan dengan albumin.
Cara kerja:
·
Sediakanlah 1 ml reagens pandy dalam
tabung serologi yang kecil bergaris tengah 7 mm.
·
Tambahkan 1 tetes cairan otak tanpa
sedimen.
·
Segeralah baca hasil tes itu dengan
melihat kepada derajat kekeruhan yang terjadi.
Test
pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melakukan fungsi dan memang sering
dijalakan demikian sebagai bedside test. Itulah
sebabnya maka test Pandy masih juga dipertahankan dalam penuntun ini, meskipun
pada waktu ini dikenal test-test terhadap protein yang lebih spesifik dan lebih
bermanfaat bagi klinik.
Dalam
keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang sangat ringan
berupa kabut halus. Semakin tinggi kadar protein, semakin keruh hasil reaksi
ini yang selalu harus segera dinilai setalah pencampuran liquor dengan reagens.
Tak
ada kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus berupa kabut menandakan hasil
reaksi yang negatif. Kekeruhan yang lebih berat berarti test Pandy ini menjadi
lebih positif.
3) Test
Nonne
Percobaan
ini yang juga dikenal seperti test Nonne-Apelt atau test Ross-Jones,
memggunakan larutan jenuh amoniumsulfat
sebagai reagens. ( amonium sulfat 80 g: aquadest 100 ml; saring sebelum
memakainya ). Test seperti dilakukan dibawah ini terutama menguji kadar
globulin dalam cairan otak.
Cara kerja :
·
Taruhlah ½ -1 ml reagens Nonne dalam
tabung kecil yang bergaris kira-kira 7 mm.
·
Dengan berhati-hati masukan sama banyak
cairan otak kedalam tabung itu, sehinggga kedua macam cairan tinggi terpisah
menyusun dua lapisan.
·
Tengakanlah selama 3 menit, kemudian
selidiki perbatasan kedua cairan tersebut.
Seperti
juga test Pandy, test Nonne sering dilkukan seperti badside test pada waktu mengambil cairan otak dengan pungsi.
Sebenarnya test Nonne ini sudah usang, dalam laboratorium klinik modern ia
sudah kehilangan tempatnya. Dalam keadaan normal hasil test ini negatif,
artinya: tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin
semakin tebal cincin keruh yang terjadi. Laporkan hasil test ini sebagai
negatif atau positif saja.
Test
Nonne memakai lebih banyak bahan dari test Pandy, tetapi lebih bermakna dari
test Pandy karena dalam keadaan normal test ini berhasil negatif: sama sekali
tidak ada kekeruhan pada batas cairan.
4) Penetapan
Protein Kountitatif
Kadar
protein dapat di ukur secara kuantitatif dengan bermacam-macam cara yang
menggunakan dasar fotokolorimeter atau turbidimeter. Cara fotokolorimeter
mengukur absorbansi larutan setelah membuat warna dengan reaksi biuret atau
mengukur warna hasil reaksi warna dengan tirosin atau triptofan. Pada
turbidimeter diukur kekeruhan yang timbul akibat reaksi antara protein
sulfosalisilat atau reagens lain yang mengendapkannya.
Cara-cara
kuantitatif ini mudah dijalankan dan jauh lebih bermakna dari pada hanya
melakukan test Pandy atau Nonne saja. Kalau cairan otak tercampur darah hasil
penetapan inipun akan menjadi tanpa arti. Batas-batas normal kadar protein
dipengaruhi oleh tempat mengabil cairan otak; semakin kranial, semakin kurang
kadian lubar protein. Kadar protein dalam cairan otak dalam ventriculi; 55-15
mg/dl; dalam cisterna magna 10-25 mg/dl dan dari bagian lumbal 15-40 mg/dl.
Dalam
keadaan normal terutama albumin yang ada dalam cairan otak, pada keadaan
patologik globulin-globulin juga akan muncul beserta fibrinogen. Laboratorium
klinik modern selayaknya dapat memisah-misahkan fraksi-fraksi itu dengan
elektroforesis dan dengan imunoelektroforesis. Untuk melakukan elektroforesis
dan dengan memakai cellulose acetat sebagai media pendukung, perlu terlebih
dahulu melakukan pemekatan dari protein-protein dengan cara dianalisis. Dalam
cairan otak normal didapat fraksi-fraksi protein sbb: prealbumin 4,6 1,3%, albumin 49,5 ;
alfa-1-globulin 6,7 2,1%; alfa-2-globulin 8,3 2,1%; beta-globulin 8,2 2,7 %. Perubahan dalam konsentrasi
fraksi-fraksi protein dapat dihubungkan dengan kelainan neurologis tertentu.
Pada
banyak keadaan abnormal kadar protein total mengikat kadar protein yang sangat
tinggi ( 200- 1000 mg/dl) didapat pada meningitis purulate, pada perdarahan
subarachnoidal dan jika ada satu penyumbatan (block). Hampir semua macam penyakit organik pada susunan saraf
pusat disertai meningginya kadar protein : dearajat meningkatnya sesuai dengan
breatnya lesi. Kombinasi kadar protein tinggi, xanthochromi dan pleiositosis
limpositik dikenal dengan nama sindroma froin.
b. Glukosa
Penetapan
glukosa harus dikerjakan dengan cair otak segar karena sel-sel dan
mikroorganismus akan mengurangi jumlhnya. Penetapan biasanya mengunakan 0,1 ml cairan,
tetapi ada juga yang memakai lebih banyak tergantung cara penetapan.
Normal
50-80 mg/dl glukosa atau kira-kira setengah dari kadar dalam plasma. Kadar
glukosa dalamm liquor sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa dalam plasma, maka
itu sebainya setelah melakukan penetapan kadar glukosa darah disamping kadar
dalam liquor untuk dapat menafsirkan hasil penetapan. Pada hipoglikemia kadar
glukoisa merendah dan pada hiperglikemia meningkat.
Indikasi
terutama pada penetapan glukosa dalam cairan otak ialah persangkaan meningitis.
Pada meningitis kadar bakterial menurun. Kadar yang normal yang mendampingi
pleisitosis mengarah kepada peradangan nonbakterial. Juga pada meningitis
purulenta kadar glukosa turun, mungkin hingga menjadi nol. Kadar glukosa
biasanya tidak berubah pada encephalitis, tumor otak dan neurosyphilis.
Pemakaian cairan celup seperti diterangkan pada bab uirinalisis untuk penetapan
kadar glukosa dalam cairan otak tidak dianjurkan.
c. Chlorida
Seperti
juga kadar glukosa, kadar chorida dalam cairan otak turut naik turun dengan
kadar chorida dalam plasma darah, maka dari itu penetapan chorida serum
disamping chorida liquor membawa manfaatnya. Dalam keadaan normal terdapat
720-750 mg chorida per dl ( disebut sebagai NaCL ) dalam cairan otak.
Bandingkanlah nilai normal dalam plasma darah : 550-620 mg/dl sebagai NaCL.
Penetapan kadar chlorida berguana dala diagnosa meningitis : pada meningitis acuta kadar itu akan merendah
hingga kurang dari 680 mg/dl.
Pada
meningitis cubertulosa didapat penyusutan yang sangat besar, biasanya sampai
kurang dari 600 mg/dl. Peradangan setempat, peradangan non-bakterial, tumor
otak, encephalitis dan neurosyphilis tidak disertai perubahan dalam kadar
chlorida. Pendapat: cairan otak jernih dengan tekanan meninggi, pleiositosis,
kadar protein meninggi, kadar glukosa dan chlorida kedua-duanya merendah
merngarahkan persangkaan kepada meningitis tuberculosa.
C. Interprestasi
Hasil Pemeriksaan Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis)
1. Ensefalitis
Tekanan : Meningkat
Protein : Agak meningkat
Gambaran
Makroskopis : Jernih
Glukosa : Normal
Sel : Limfosit atau normal
Pewarnaan
Gram : Negatif
Pewarnaan
tahan asam : Negatif
Kultur
bakteri : Negatif
Kultur mikrobakteri : Negatif
Kultur virus : pada 30% atau kurang
Klorida : Normal
2. Meningitis
bakterialis
Tekanan : Meningkat
Protein : Tinggi
Gambaran Makroskopis : Keruh
Glukosa : Sangat rendah
Sel :
Neutrofil
Pewarnaan Gram :
Positif pada 90%
Pewarnaan tahan asam : Negatif
Kultur bakteri : Positif pada 90%
Kultur mikrobakteri :
Negatif
Kultur virus : Negatif
Klorida : Rendah
3. Meningitis
virus
Tekanan : Meningkat
Protein : Agak menigkat
Gambaran Makroskopis : Jernih
Glukosa : Normal
Sel :
Limfosit
Pewarnaan Gram :
Negatif
Pewarnaan tahan asam : Negatif
Kultur bakteri : Negatif
Kultur mikrobakteri :
Negatif
Kultur virus : Positif pada 70 %
Klorida : Normal
4. Meningitis
TB
Tekanan : Meningkat
Protein : Sangat tinggi
Gambaran
Makroskopis : Jernih
Glukosa : Rendah
Sel : Pleositosis
Pewarnaan
Gram : Negatif
Pewarnaan
tahan asam : Jarang positif
Kultur
bakteri : Negatif
Kultur
mikrobakteri : Positif
Kultur virus : Negatif
Klorida : Sangat rendah
5. Abses otak
Tekanan : Dapat sangat tinggi
Protein : Meningkat
Gambaran
Makroskopis : Jernih
Glukosa : Normal
Sel : Pleositosis
Pewarnaan
Gram : Kadang-kadang positif
Pewarnaan
tahan asam : Negatif
Kultur
bakteri : Kadang-kadang positif
Kultur mikrobakteri : Negatif
Kultur virus : Negatif
Klorida : Normal / rendah
6. Uji pandy (pemeriksaan protein)
Negatif
: Tidak ada kekeruhan (15-45mg%
[+]
1 : Terjadi opalescent (50-100mg%)
[+]
2 : Cairan keruh (100-300mg%)
[+]
3 : Keruh (300-500mg%)
[+] 4
: Keruh seperti susu (>500mg%)
7. Uji none (pemeriksaan protein)
Negatif : Tidak
terbentuk cincin diantara 2 lapisan
Positif : Terbentuk
cincin diantara 2 lapisan
8. Test busa (pemeriksaan protein)
Normal
: hilang
dala 1-2 menit
Abnormal : hilang
> 5 meni
D. Sumber Kesalahan
1. Wadah sampel yang tidak steril
menyebabkan sampel terkontaminasi oleh kuman-kuman sehingga memberikan hasil
positif palsu.
2. Penundandaan pemeriksaan sampel
tanpa ad perlakuan tertentu menyebakan berbagai sel cepat lisis, glukosa cepat
rusak sehingga memberikan hasil negatif palsu.
3. Penyimpanan sampel di dalam lemari
es yang menyebabkan bakteri yang tidak tahan pada suhu redah, sehingga
memerikan hasil negatif palsu.
4. cairan
serebrospinal yang purulen, dalam waktu 24 jam setelah pemberian antibiotik
seringkali sudah tidak mengandung bakteri penyebab, misalkan Haemophilus influenzae, sehingga ,e,berikan
hasil yang negatif palsu.
5. Cedera pembulu darah yang diakibat karena tindakan lumbal fungsi
menyebabkan terdapatnya darah pada sampel sehingga memberikan hasil pemeriksaan
yang positif palsu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk
terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh darah kapiler
dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah
dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel.
Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma
di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi
diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif.
Pemeriksaan
cairan otak dibagi atas tiga bagian yaitu makroskopik, mikroskopik, dan kimia.
Pemeriksaan maksorkopik cairan otak yang dibahas yaitu kekeruhan, warna berat
jenis, ph, dan bekuan halus. Pemeriksaan mikroskopi diarahkan kepada jumlah dan
jenis sel dalam cairan otak dan kepada adanya bakteri serta jenis secara
bakterioskopik. Dan pemeriksaan kimia meliputi pemeriksaan protein, glukosa dan
chlorida.
B. Saran
Sebagai
tenaga kerja yang bekerja sebagai analis kesehatan disarankan untuk memahami
tentang pemeriksaan cairan otak, proses terbentuknya, serta sumber kesalahan
hasil pemeriksaan, karena dengan memahami hal ini kita mampu menegakkan
diagnosa dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Gandasoebrata,
R.1968.”Penuntun Laboratorium Klinik’’. Jakarta: Dian Rakyat
Agung.
Mahode
,Albertus .2011. ‘’ Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium
Kesehatan “. Jakarta : EGC.
0 Response to "Makalah Cairan serebrospinal (Cairan Otak)"
Post a Comment